Ia menjelaskan, memiliki aset lingkungan strategis berupa Sungai Akelamo dan Danau Karo. Berdasarkan hasil studi, kedua sumber air tersebut memiliki kualitas air yang sangat baik serta volume aliran yang potensial untuk dimanfaatkan secara luas. Penilaian tersebut mengacu pada perhitungan standar nasional SNI 6738:2015.

Namun, Sonny mengingatkan bahwa industri pertambangan di wilayah tropis menghadapi risiko curah hujan ekstrem yang dapat mencapai 3.000 milimeter per tahun. Kondisi tersebut berpotensi memengaruhi sistem pengelolaan air tambang jika tidak dirancang secara adaptif. “Fasilitas pengolahan air harus tetap mampu memenuhi baku mutu meski dalam cuaca ekstrem,” ujarnya.

Menurut Sonny, keberhasilan penerapan sangat bergantung pada komitmen perusahaan dalam melakukan perbaikan berkelanjutan atau continuous improvement. Ia menekankan pentingnya perancangan sistem pengolahan air berbasis data laboratorium yang akurat dan diperbarui secara berkala.

Selain faktor internal perusahaan, Sonny juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Ketiga pilar tersebut, menurut dia, memiliki peran strategis dalam menjaga standar lingkungan. Pemerintah bertugas memperkuat pengawasan, perusahaan menyediakan teknologi yang memadai, dan masyarakat berperan aktif dalam pengawasan sosial.

Ia menegaskan bahwa interaksi yang sehat antara ketiga pihak menjadi fondasi utama keberlanjutan industri tambang. Dengan evaluasi yang konsisten dan transparan, pengelolaan air tambang yang aman dan ramah lingkungan dapat diwujudkan. “Keseimbangan antara ekstraksi sumber daya dan kelestarian lingkungan sangat mungkin dicapai,” pungkas Sonny.

***