GMPK memiliki dua dokumen ideologis yang menjadi pijakan utama yakni yang kesatu, Landas Pijak Gerakan (LPG).

Dokumen ini menegaskan bahwa “LPG menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari aktivitas gerakan, sekaligus pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap, dan bertindak.”

Dengan demikian, LPG bukan hanya refleksi nilai, tetapi juga kerangka aksi yang membimbing kader dalam praksis sosial.

Kemudian yang kedua, Paradigma GMPK. Paradigma ini mengedepankan society empowerment melalui fokus di bidang politik, hukum, pendidikan, sosial, ekonomi, dan teknologi. GMPK menekankan bahwa pelajar dan mahasiswa tidak boleh berhenti pada kritik moral, melainkan harus hadir sebagai agen solusi.

Kedua dokumen tersebut menegaskan orientasi GMPK sebagai gerakan progresif, humanis, dan adaptif terhadap dinamika zaman.

Banyuwangi sebagai daerah dengan keragaman budaya, etnis, serta pertumbuhan ekonomi yang pesat memiliki tantangan besar dalam pembangunan SDM.

Beberapa studi menunjukkan adanya kecenderungan lunturnya nasionalisme di kalangan generasi muda serta potensi masuknya paham intoleran. Kehadiran GMPK Banyuwangi menjadi relevan sebagai benteng ideologis sekaligus ruang kaderisasi yang berbasis pada nilai kebangsaan.

-- --

Dalam konteks ini, deklarasi GMPK Banyuwangi dapat dipahami sebagai respon lokal terhadap problem nasional, yakni kebutuhan membangun generasi muda yang kritis, progresif, dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat.

Deklarasi DPC GMPK Banyuwangi menandai babak baru konsolidasi pelajar dan mahasiswa di Banyuwangi. Dengan pijakan ideologis pada LPG dan Paradigma GMPK, organisasi ini berkomitmen menghadirkan kader-kader progresif yang tidak hanya peka terhadap persoalan masyarakat, tetapi juga mampu menghadirkan solusi.

“Kami ingin GMPK menjadi rumah kebangsaan bagi pelajar dan mahasiswa Banyuwangi, melahirkan generasi yang kritis, progresif, dan adaptif terhadap dinamika zaman,” pungkas Ketua Umum M. Fathur Rozak didampingi Sekretaris Umum Wahyu Hidayat.

Deklarasi ini dengan demikian dapat dipahami sebagai momentum penting membumikan nasionalisme progresif di Banyuwangi, sekaligus menghidupkan kembali tradisi intelektual dan praksis sosial gerakan mahasiswa Indonesia dalam konteks kekinian.