Sementara itu, pemerintah kolonial menerapkan kebijakan ekonomi yang sangat berbasis kapitalisme Barat, melalui komersialisasi, sistem moneter, dan komoditas barang. Sistem itu didukung dengan kebijakan pajak tanah, sistem perkebunan, perbankan , perindustrian, perdagangan, dan pelayaran.

Dampak dari itu semua, kehidupan rakyat Hindi Belanda mengalami penurunan kesejaahteraan. Kebijakan itu mendapat kritik dari politikus dan intelektual di Hindi Belanda, yaitu C.Th. Van Deventer. Ia membuat tulisan berjudul ‘Een Eereschlud’ (utang kehormatan), yang dimuat di majalah De Gids (1899).

Dalam tulisannya Van Deventer mengatakan bahwa pemerintah Hindi Belanda telah meneksploitasi wilayah jajahannya untuk membangun negeri mereka dan memperoleh keuntungan yang besar.

Oleh karena itu, menurutnya sudah sewajarnya Belanda membayar utang budi itu dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahan. Kritikan itu mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Beberapa kelompok yang sependapat dengan Van Deventer mengungkapkan perlunya suatu kewajiban moral bagi Belanda untuk memberikan balas budi.

Keuntungan yang diidapat dari hasil eksploitasi di tanah Hindia harus dikembalikan. Untuk itulah perlu dilkaukan perbaikan kesejahteraan penduduk melalui berbagai bidang kehidupan, pendidikan, dan besarnya partisipasi masyarakat dalam mengurus pemerintahan.

Kritik-kritik itu mendapat perhatian serius dari pemerintah Belanda. Ratu Wilhelmina kemudian memgelaurkan suau kebijakan baru bagi masyarakat Hindi Belanda yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan baru itu adalah Politik Etis.

Awal abad ke-20, politik kolonial memasuki babak baru, yaitu era Politik Etis, yang dipimpin oleh Menteri Jajahan Alexander W.F Idenburg yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal Hindi Belanda (1909-1919). Ada tiga program Politik Etis, yaitu irigasi, edukasi, dan transmigrasi.

-- --

Adanya Politik Etis membawa pengaruh besar terhadap perubahan arah kebiajakan politik negeri Belanda atas negeri jajahan. Pada era itu pula muncul simbol baru yaitu ‘kemajuan’. Dunia mulai bergerak dan berbagai kehidupanpunn mulai mengalami perubahan.

Pembangunan infrastruktur mulai dperhatikan dengan adanya jalur kereta api Jawa-Madura. Di Batavia lambang kemajuan ditunjukan dengan adanya trem  listrik yang mulai beroperasi pada awal masa itu.