Dalam era digital yang terus berkembang, citizen journalism atau jurnalisme warga telah menjadi fenomena yang tak terelakkan. Praktik ini memungkinkan individu biasa, yang bukan jurnalis profesional, untuk melaporkan berita dan informasi melalui platform media sosial, blog, dan berbagai saluran digital lainnya.
Dengan kemudahan akses dan kemampuan untuk menyebarluaskan informasi secara cepat, citizen journalism menawarkan peluang yang menarik untuk memberikan suara kepada mereka yang sering kali terpinggirkan oleh media mainstream. Namun, di balik potensi positif ini, terdapat kekhawatiran yang mendalam mengenai kualitas informasi yang disajikan.
Dalam artikel ini, saya akan membahas berbagai aspek yang menunjukkan bahwa keberadaan citizen journalism dapat mengancam kualitas informasi yang diterima masyarakat, termasuk ketidakakuratan berita, penyebaran disinformasi, dan pengurangan tanggung jawab etis dalam pelaporan.
Kualitas Berita yang Dipertanyakan
Salah satu argumen utama yang sering dikemukakan oleh para kritikus citizen journalism adalah kurangnya standar profesional dalam pelaporan berita. Jurnalis profesional, yang telah menjalani pelatihan formal dan memiliki pengalaman dalam bidangnya, dilatih untuk melakukan riset yang mendalam, memverifikasi fakta, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang sebelum menerbitkan berita. Mereka memahami pentingnya integritas dan akurasi dalam setiap laporan yang mereka buat. Di sisi lain, jurnalis warga sering kali tidak memiliki pelatihan yang memadai, sehingga dapat menghasilkan berita yang tidak akurat atau bahkan menyesatkan.
Sebagai contoh, dalam sebuah studi oleh Pew Research Center, ditemukan bahwa sekitar 64% orang dewasa menganggap berita yang mereka terima dari media sosial sering kali tidak akurat (Pew Research Center, 2021). Ketidakakuratan ini dapat menyebabkan kebingungan di kalangan publik dan merusak kepercayaan pada media secara keseluruhan. Ketika informasi yang salah beredar luas, masyarakat menjadi bingung dan kesulitan untuk membedakan antara fakta dan opini. Hal ini dapat mengarah pada keputusan yang buruk, terutama dalam situasi kritis, di mana informasi yang akurat sangat dibutuhkan.
Ketidakakuratan dalam pelaporan berita dapat memicu reaksi emosional yang berlebihan dari masyarakat. Misalnya, berita yang tidak akurat mengenai suatu peristiwa dapat menyebabkan kepanikan, seperti yang terjadi selama pandemi COVID-19 ketika informasi yang salah tentang virus dan cara penularannya menyebar dengan cepat. Dalam situasi seperti ini, dampak dari berita yang tidak akurat tidak hanya merugikan individu, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Penyebaran Disinformasi
Salah satu risiko terbesar yang terkait dengan citizen journalism adalah potensi untuk menyebarkan disinformasi dengan cepat. Dalam situasi krisis, seperti bencana alam, konflik sosial, atau peristiwa politik, informasi yang tidak terverifikasi dapat menyebar dalam hitungan menit. Sebuah studi yang dilakukan oleh Massachusetts Institute of Technolog (MIT) menunjukkan bahwa berita palsu di Twitter lebih cepat menyebar dibandingkan berita yang benar (Vosoughi et al., 2018). Ini menunjukkan bahwa platform media sosial, yang menjadi arena utama bagi citizen journalism, dapat mempercepat penyebaran informasi yang tidak akurat.