Mimbartimur.com – Polres Halmahera Utara kembali menerbitkan Surat Perintah Pelepasan Penangkapan terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Wulandari Anastasia Said. Surat sakti yang dikeluarkan itu bukan tanpa alasan, namun karena gelombong desakan terhadap proses hukum yang dinilai bobrok.

Surat Perintah Pelepasan Penangkapan Nomor : SP.Kep Lepas/71.a/VII/2025/Reskrim itu disinyalir dikeluarkan setelah cuitan LBH Marimoi di sosial media ramai dibagikan publik sebagai bentuk solidaritas terhadap korban KDRT. Unggahan lembaga bantuan hukum sontak dibumbuhi ratusan komentar dan dibagikan hingga ratusan kali.

“Sampai kapan masyarakat dibodohi dengan penegakan hukum yang merugikan rakyat jelata, dan sampai kapan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum itu sendiri. Cuman satu cara, berdiri dan lawan”, tulis salah satu netizen dalam unggahan akun facebook LBH Marimoi seperti dikutip mimbartimurcom.

Dalam surat sakti tersebut menegaskan, Petama penangkapan Wulandari pada 5 Juli 2025 sekitar Pukul 23.00 WIT dilepaskan. Kedua, tersangka dilepaskan setelah dilakukan penangkapan karena, kepentingan kemanusiaan serta tidak perlu di tahan dengan pertimbangan tidak adanya kekawatiran tersangka akan melarikan diri, merusa atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana.

Ketiga, melaksanakan perintah ini dengan seksama dan penuh rasa tanggung jawab dan membuat Berita Pelepasan pengangkapan serta melaporkan kepada atasan penyidik. Surat itu telah ditanda tangani oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Halmahera Utara Iptu Sofyan Torid dan penyidik pembantu Bripka Yutrius Dagasina.

Berikut cuitan LBH Marimoi di akun sosial media miliknya sejak Minggu 06 Juli 2025 :

“Halo warga Maluku Utara, masih ingat kasus KDRT yang sempat viral September 2024 lalu. Dia Wulandari, dipukuli oleh Ronal Zulfikry Effendi yang juga anggota Polres Halmahera Utara. Akibat dari kekerasan tersebut, Wulandari mengalami luka bagian bibir, dua gigi depan copot, satu gigi patah hingga memar hampir disekujur tubuh”, tulis LBH Marimoi dikutip mimbartimurcom, Senin (07/07) pagi.

-- --

LBH Marimoi menjelaskan perbuatan pelaku terbukti melanggar Pasal 8 huruf d terkait menjaga dan memelihara kehidupan bekeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 13 huruf h PP RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik dan Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, berdasarkan putusan nomor PUT-KKEP/06/XI/2024/Sie Propam tanggal 09 November 2024 lalu.

“Namun tak berhenti disitu sejak penetapan tersangka terhadap Ronal. Sempat ditahan, namun kemudian dilepaskan padahal ancaman hukuman yang dikenakan terhadapnya diatas lima tahun. Mirisnya baru dilakukan penahanan setelah statusnya menjadi terdakwa pada perkara nomor 24/Pid.Sus/2025/PN/PN Tob, setelah agenda sidang pertama dilakukan”, jelasnya.

Lebih lanjut, LBH Marimoi menuturkan kekerasan fisik yang dilakukan Brigpol Ronal yang terungkap didalam fakta persidangan sangat disayangkan. Pasalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut terdakwa dengan tuntutan satu tahun penjara dan dikurangi masa penahanan.