Mimbartimur.com – Pernyataan Aliong Mus terkait janji Rp 100 miliar untuk sepuluh kabupaten kota tampaknya berbuntut panjang setelah Sahril Thahir menanggapi kritikan ekonom Maluku Utara Mukhtar Adam melalui video berdurasi 1,36 menit yang beredar di media sosial.
Ketua DPD Partai Gerindra Maluku Utara itu dinilai tidak memahami fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bahkan, asumsi anggaran provinsi sebesar Rp 4 triliun yang disampaikan Sahril Thahir dianggap keliru dan tidak mendasar.
“Sahril tolong belajar, APBD itu hanya alat tetapi rohnya dirumuskan dalam kebijakan umum yang ada asumsi pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, indeks pembangunan manusia dan lain-lain dalam satu kewilayahan lalu dirumuskan”, kata Mukhtar saat ditemui mimbartimurcom, Minggu (30/08).
Mukhtar menjelaskan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrembang) hanya forum untuk mendengar pendapat berdasarkan kehadiran peserta kabupaten kota, hasil musyawarah itu dirumuskan berdasarkan skala prioritas dengan berbagai asumsi-asumsi oleh teknokrasi Bappeda.
“Jika Sahril sebut ada uang Rp 4 triliun, itu asumsinya provinsi pertahun 2023. Sekarang direvisi jadi Rp 3 triliun untuk APBD perubahan, kalau yang induk masih Rp 4 triliun. Nominal itu, belanja pergawai saja sudah Rp 1,2 triliun”, ungkap Mukhtar.
Lebih lanjut, Mukhtar meminta Sahril mencermati Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 sudah mengatur Dana Alokasi Khusus (DAK). Sumber anggaran tersebut merupakan program pusat yang dititipkan didaerah melalui belanja modal dan fisik. Sementara Dana Alokasi Umum (DAU) setelah alokasi dasar.
“Belanja pegawai tidak seperti dulu yang diurus oleh gubernur langsung, sekarang tidak lagi. Ada namanya mandatory dari DAU untuk kepentingan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Nah, dari komponen itu apakah mungkin dibagi masing-masing Rp 100 miliar, mustahil dilakukan karena proporsi yang akan terbesar”, tambahnya.
Menurutnya, jika berbasis lokasi didalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) maka yang paling besar akan diperoleh Kota Tidore. Asumsi itu, bukan karena Tidore yang mendapatkan namun karena ibukota yang memperoleh realokasi yang paling besar berdasarkan konsep bagi-bagi wilayah.
“Konsepnya dalam disparitas mengatasi ketimpangan. Itu menggunakan indikator sehingga uang itu nyaris tidak akan mungkin sama karena indikator ada luas wilayah, jumlah penduduk, indokator lain soal produk domestik bruto dan pendapatan perkapita. Ini juga biasa dipakai di DAU”, pungkasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.