Lebih lanjut, Saparuddin menegaskan dalam kasus ini, semestinya Bawaslu melarang dan meminta aparat keamanan menghentikan pelaksanaan kegiatan sebelum acara dimulai yang sebelumnya telah banyak beredar undangan deklarasi melalui media dosial.
“Rujukannya sudah jelas dalam Pasal 283 UU Pemilu. Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya, dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye”, tuturnya.
“Pernyataan Muhammad Asri Anas dalam Deklarasi Desa Bersatu tersebut, diduga kuat menggerakkan kepala desa untuk memberi dukungan kepada pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 2”, tambah Saparuddin.
Selain itu, kata Saparuddin, kepala desa dalam struktur pemerintahan desa, terdapat jabatan sekretaris desa, sebagai aparat desa dari unsur ASN.
Dalam hubungan jabatan kepala desa dan sekretaris desa itulah, ada potensi penggiringan dukungan oleh sekretaris desa melalui kepala desa kepada pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 2, sehingga patut diduga telah terjadi dan/atau ada potensi pelanggaran netralitas ASN. Selain itu, Gibran sebagai Walikota Solo juga merupakan bagian dari pejabat struktural.
Ketika disinggung respon Bawaslu RI terhadap laporan dugaan pelanggaran tersebut, saparuddin mengatakan, sesuai dengan Peraturan Bawaslu, dalam waktu lima hari kerja, Bawaslu RI wajib melakukan klarifikasi terhadap pihak terlapor, melakukan kajian, hingga menetapkan status dugaan pelanggaran tersebut.
“Jika terbukti ada pelanggaran, tentu saja Bawaslu RI akan merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan”, tutupnya.
***
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.