“Kita nggak bisa menutup mata terhadap pola yang sudah begitu sering berulang di berbagai daerah. Kedekatan antara pejabat dan perusahaan tambang selalu memiliki risiko konflik kepentingan yang sangat tinggi, dan itu harus diawasi dengan ketat, sesekali lah penegak hukum melirik pejabat-pejabat daerah semacam ini,” imbuhnya.

Yohanes menegaskan bahwa tidak ada yang salah dengan sikap kritis publik terhadap pejabat. Dalam masyarakat demokratis, kecurigaan terhadap kemungkinan gratifikasi adalah bagian dari pengawasan rakyat. Ia juga menekankan bahwa dugaan bukanlah tuduhan, tetapi permintaan agar pejabat publik membuka diri dan lebih transparan.

Lebih jauh, Yohanes menyoroti bahwa apresiasi ini muncul pada waktu yang sangat tidak tepat, ketika masyarakat sedang melaporkan kondisi air tercemar, kelompok masyarakat sipil menuntut audit lingkungan yang lebih transparan, dan laporan-laporan investigasi internasional mengungkap dugaan keberadaan zat kimia berbahaya di Pulau Obi.

“Kalau Ketua DPRD benar-benar ingin berpihak kepada rakyat, maka hal pertama yang ia lakukan mestinya memanggil perusahaan, meminta klarifikasi, dan menyampaikan kegelisahan masyarakat. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, berani banget memberikan pujian terbuka. Ini ganjil, dan kenganjilan semacam ini sering kali menjadi petunjuk awal adanya konflik kepentingan,” tukasnya

Ia menegaskan bahwa publik tidak perlu menunggu hingga ada penangkapan untuk mulai mempertanyakan motif politik di balik pernyataan tersebut. Dugaan gratifikasi, menurutnya, bisa diuji sejak awal melalui mekanisme pelaporan hingga pemeriksaan oleh aparat penegak hukum. Yohanes meminta KPK atau Kejaksaan Tinggi untuk memulai telaah awal, setidaknya untuk mencari apakah ada fasilitas atau pemberian apa pun yang diterima Ketua DPRD.

“Ini bukan menuduh, tetapi menempatkan pejabat publik pada standar akuntabilitas yang seharusnya. Jika ada perjalanan yang dibiayai perusahaan, jika ada akomodasi yang diberikan, atau ada bentuk fasilitas apa pun yang diterima tanpa pelaporan ke KPK, itu sudah masuk kategori dugaan gratifikasi. Hukum bicara jelas, tapi terserah yang mana yang mau bertindak duluan, KPK atau Kejaksaan Tinggi Maluku Utara”, tandasnya.

Yohanes menyerukan bahwa integritas pejabat publik tidak hanya dinilai dari apa yang mereka lakukan, tetapi dari bagaimana mereka menjaga jarak dari kepentingan korporasi. Menurutnya, Ketua DPRD Malut telah gagal menunjukkan independensi pada momen yang justru menuntut keberanian moral tertinggi.

-- --

“Rakyat Pulau Obi sedang menjerit. Ketua DPRD harusnya menjadi suara mereka, tetapi yang muncul justru suara yang menguntungkan perusahaan tambang. Ini bukan sekadar salah ucap, ini tanda bahaya, sehingga sangat wajar jika ada dugaan-dugaan di balik itu, hati-hati aja ketahuan ada gratifikasi, apalagi bersangkutan juga sekarang dalam masalah tunjangan yang sedang diperiksa Kejati, yang belum selesai”, tutupnya.

Perlu diketahui, mengapresiasi komitmen dalam memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di Pulau Obi, Halmahera Selatan. Ia menilai perusahaan tambang dan pengolahan bijih nikel tersebut telah memberikan dampak signifikan melalui sumbangan terhadap pendapatan asli daerah (PAD) serta program-program pengembangan masyarakat.