Mimbartimur.com – Anggaran insentif untuk pemuka agama yang melekat di Sekretariat Daerah (Setda) Kota Tidore sebesar Rp 4.852.500.000,00 atau Rp 4,8 miliar menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Maluku Utara.
Data yang diperoleh mimbartimurcom, temuan tersebut tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Maluku Utara tahun 2023. Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) audited Kota Tidore terdapat realisasi belanja jasa sebesar Rp 68.267.571.795,00 atau Rp 68,2 miliar.
Dari jumlah realisasi itu, BPK Maluku Utara menemukan total penggunaan anggaran yang meliputi belanja honorium rohaniawan sebesar Rp 4,8 miliar yang dibayarkan bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Kota Tidore tidak sesuai peruntukannya.
“Hasil analisa atas dokumen pertanggungjawaban realisasi belanja honorium rohaniawan pada bagian Kesra Setda diketahui terdapat alokasi anggaran yang tidak sesuai peruntukannya”, ungkap BPK Maluku Utara seperti dikutip mimbartimurcom, Rabu (27/08).
Menurut BPK, ketidaksesuaian peruntukan tersebut ditunjukan dengan anggaran belanja honorium rohaniawan yang seharusnya dibayarkan untuk pejabat pelaksana kegiatan yang bertugas mengambil sumpah jabatan atau tugas di pemerintahan yang melekat disuatu kegiatan.
“Namun realisasikan untuk pemberian insentif kepada pemuka agama di wilayah Kota Tidore. Sesuai ketentuan pemberian insentif kepada pemuka agama direalisasikan melalui belanja uang yang diberikan kepada pihak ketiga atau pihak lain sesuai klasifikasi berdasaran peran di masyarakat”, tukasnya.
BPK menjelaskan hasil rekalkulasi atas dasar daftar bayar pemberian insentif ke pemuka agama selama tahun 2023 sebesar Rp 4,8 yang meliputi Imam Mesjid, Pendeta, Syara (pembantu imam), Pelayan Jemaat, dan Tasbaq (guru mengaji).
Lebih lanjut, BPK mencatat telah melakukan pemeriksaan terhadap kepala dan bendahara pembantu bagian Kesra Setda menemukan bahwa pembayaran insentif pemuka agama dilaksanakan berdasarkan alokasi anggaran pada Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA).
“Bendahara pengeluaran pembantu juga tidak memahami secara rinci atas defenisi dari rohaniawan yang dapat dibayarkan menggunakan anggaran Belanja Jasa Kantor-Honorium Rohaniawan seperti yang telah ditetapkan dalam Perpres No. 53 Tahun 2023”, jelasnya.