Mimbartimur.com – Memasuki satu tahun lebih lamanya kasus dugaan korupsi senilai Rp 15 miliar di Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) Saruma hingga kini masih mengendap di meja Kejaksaan Negeri (Kejari) Halmahera Selatan.
Dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat daerah dan internal BPRS Saruma itu tidak memiliki kepastian hukum. Pasalnya, kasus tersebut hingga ditahun 2024 ini belum mampu diselesaikan meski sudah terungkap sejak Juni 2023 lalu paska terjadi transaksi inprosedural dengan kerugian miliaran rupiah.
Dalam kasus ini, Kejari Halmahera Selatan kembali mengumbar janji manis ke publik meski saksi-saksi sudah diperiksa. Lembaga vertikal yang beralamat di Jalan Hidayat, Tomori, Kecamatan Bacan itu masih beralasan menunggu hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Maluku Utara.
Kepala Kejari Halmahera Selatan Ahmad Paton menyampaikan kasus dugaan korupsi di BPRS Saruma masih dalam tahapan konsultasi dengan BPKP Maluku Utara sehingga pihaknya belum bisa melanjutkan tahapan penyelidikan.
“Kami berharap akhir tahun ini sudah ada hasil audit untuk memastikan ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara”, kata Ahmad kepada mimbartimurcom saat ditemui dikantornya pada Selasa (16/07).
Ahmad mengaku temuan kerugian keuangan negara itu telah dikembalikan sesuai hasil pemeriksaan dan verifikasi BPKP Maluku Utara. Menurutnya, penetapan tersangka dalam skandal dugaan korupsi BPRS Saruma ini menunggu hasil audit.
Lebih lanjut, Ahmad menegaskan meski sudah ada pengembalian kerugian keuangan atau perekonomian negara tidak dapat menggugurkan unsur pidana terhadap pelaku tindak pidana. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Unsur dapat merugikan negara dalam tindak pidana korupsi merupakan delik formil, prinsipnya adanya tindak pidana korupsi selama cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Dengan begitu, suatu perbuatan yang berpotensi merugikan keuangan negara sudah dapat dikategorikan sebagai korupsi”, tandasnya.
“Jadi pengembalian itu tidak menghapus pidananya, namun penegakan hukum salah satunya pengembalian kerugian negara. Jika dalam kasus ini ada perbuatan melawan hukum tentu pihak-pihak yang terlibat harus mempertanggungjawabkan perbuatannya”, imbuhnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.