Selain itu, lanjutnya, pembayaran material, BBM dan upah tukang hanya dilakukan melalui bukti transfer oleh penggugat II. Sementara selama pengerjaan proyek, penggugat juga menggunakan alat AMP milik tergugat yang hingga saat ini belum melakukan pembayaran senilai miliaran rupiah.
“Alat berat yang digunakan penggugat belum dibayarkan sehingga kami ajukan rekonvensi (gugatan balik) hak-hak klien kami. Perlu dibuktikan terlebih dahulu”, pungkasnya.
Dengan begitu, kata Bahtiar, pihaknya akan melakukan penagihan dan menarik seluruh proyek milik tergugat sejak penggugat bekerja hingga selesai.
Tak hanya itu, Bahtiar juga menegaskan bakal menggunakan lembaga audit publik untuk mengaudit bukti print out rekening koran berjumlah puluhan miliar yang tidak pernah dipertanggung jawabkan kepada tergugat I selaku pemilik perusahaan.
Sementara Merlisa Marsaoly menyampaikan bahwa dirinya tidak ingin berpolemik lebih jauh terkait persoalan perdata yang dihadapinya karena tahapan persidangan masih berlangsung.
“Saya tidak ingin banyak berkomentar, tetapi saya berharap persidangan ini berjalan dan cepat selesai. Kami sudah menyiapkankan saksi juga yang akan hadir di persidangan lanjutan nanti”, ungkapnya.
Terkait tuduhan tidak membayar BBM dan material, Marlisa membantah dengan tegas. Ia menjelaskan pada 11 Agustus 2021, Azmi Farika membeli BBM serta sejumlah material pasir dengan rincian harga sebesar Rp 6 ratus juta.
“Jadi Rp 7 ratus juta saya transfer, Rp 3 ratus cash. Nah, setelah itu semuanya sudah dibayar dengan selang waktu beda cuman tiga hari sesuai rincian yang dikasih Azmi Farika”, pungkasnya.
Selain itu, tambahan material yang dipesan lewat kapal senilai Rp 1 miliar. Sementara untuk pengadaan aspal, ia sedirilah yang memesan dan membayarnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.