Mimbartimur.com Dalam sebuah wawancara singkat yang dilakukan oleh jurnalis pada Kamis (15/05/2025) pukul 10.27 WIB di depan Kantor Wali Kota Bengkulu, Kelurahan Bentiring Permai, Kecamatan Muara Bangkahulu, Gubernur Bengkulu, , memberikan penjelasan mengenai pajak daerah, khususnya mengenai opsi pajak. Namun, pada akhir video, antara menit 01.16 hingga 01.22, terekam pernyataan Helmi Hasan yang menyinggung tentang penghapusan berita oleh media.

“Dan bagi media yang sudah membuat berita hoaks, tolong di-take down. Jika tidak, medianya akan kita take down.”

Pernyataan ini tampak sebagai candaan bagi Gubernur dan sebagian orang yang hadir, terutama karena beberapa orang terlihat tertawa di akhir video. Namun, jika diteliti secara lebih mendalam, pernyataan tersebut dapat ditafsirkan sebagai ancaman terhadap kebebasan pers di Bengkulu. Ketua , Yunike Karolina, menyampaikan hal ini pada hari Sabtu (17/05/2025).

Yunike memberikan penilaian kritis bahwa pernyataan tersebut merupakan bentuk tekanan terhadap kerja jurnalistik yang mencederai prinsip kebebasan pers yang dilindungi oleh konstitusi. Oleh karena itu, AJI Bengkulu mengecam keras pernyataan Gubernur Helmi Hasan yang dianggap sebagai bentuk intimidasi terhadap media.

Menurutnya, pernyataan Helmi Hasan adalah salah satu bentuk intimidasi terhadap aktivitas jurnalistik yang seharusnya dilindungi, bukan dibungkam. Ia menambahkan bahwa tekanan terhadap media, terutama jika dilakukan oleh pejabat negara, mencerminkan kemunduran dalam komitmen terhadap prinsip keterbukaan dan akuntabilitas publik. Ia menjelaskan bahwa jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, mekanisme penyelesaiannya telah diatur secara sah dan beradab.

“Jika terdapat keberatan terhadap suatu pemberitaan, maka jalur penyelesaian yang sah telah diatur melalui hak jawab atau hak koreksi, pengaduan kepada Dewan Pers, serta proses hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ungkap Yunike.

Yunike juga menekankan bahwa tidak sembarang pihak, termasuk pejabat publik, berwenang untuk menyatakan suatu berita sebagai hoaks tanpa dasar yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.

-- --

“Suatu informasi hanya dapat dinyatakan sebagai hoaks setelah melalui verifikasi fakta yang ketat, penilaian dari lembaga berwenang seperti Kementerian Kominfo, kepolisian (dalam konteks pidana), atau lembaga independen, serta melalui proses hukum jika berkaitan dengan sengketa informasi atau pencemaran nama baik.”

AJI Bengkulu juga telah mengeluarkan pernyataan sikap yang mencakup:

1. Mengecam segala bentuk ancaman dan intimidasi terhadap media massa, baik secara verbal maupun tindakan nyata lainnya.
2. Mendesak pejabat terkait untuk segera mengklarifikasi dan mencabut pernyataannya secara terbuka, serta menghormati prinsip kemerdekaan pers.
3. Mendorong seluruh insan pers untuk tetap berpegang pada kode etik jurnalistik, prinsip keberimbangan, verifikasi, dan kepentingan publik.
4. Mengimbau Dewan Pers untuk memberikan perhatian serius terhadap pernyataan ini, demi menjaga marwah dan fungsi pers yang bebas dan independen.
5. Mengajak masyarakat untuk terus mendukung pers yang profesional, karena pers yang merdeka adalah fondasi penting dalam menjaga demokrasi dan keadilan sosial.

Sementara itu, dalam wawancara dengan anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari Fraksi PAN, Teuku Zulkarnain, ia mengungkapkan bahwa ucapan tersebut telah disalahartikan. Menurut Teuku, pernyataan Helmi Hasan bukanlah bentuk intimidasi atau serangan terhadap media, melainkan respon terhadap narasi-narasi keliru yang berkembang di masyarakat, khususnya terkait isu kenaikan pajak kendaraan bermotor.

“Pak Helmi sudah dua periode menjabat sebagai Walikota dan kini sebagai Gubernur. Hubungan beliau dengan media sangat baik. Selama ini, beliau selalu menganggap media sebagai teman, saudara, bahkan mitra.”

Hasil Cek Fakta

Mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan melibatkan beberapa tahapan utama:

1. Hak Jawab dan Hak Koreksi – Jika seseorang atau institusi merasa dirugikan oleh pemberitaan, mereka berhak meminta media untuk memuat klarifikasi atau koreksi sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) dan (3) .
2. Pengaduan ke Dewan Pers – Jika hak jawab atau koreksi tidak memadai, pihak yang dirugikan dapat mengajukan pengaduan ke Dewan Pers, yang akan melakukan mediasi dan memberikan rekomendasi penyelesaian.
3. Penyelesaian secara hukum – Jika sengketa tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme pers, pihak yang dirugikan dapat menempuh jalur hukum, baik melalui gugatan perdata maupun pidana, tergantung pada kasusnya.

Dewan Pers memiliki peran penting dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan dengan pendekatan non-litigasi, sehingga pers tetap dapat menjalankan fungsinya tanpa intervensi berlebihan dari pihak luar.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelusuran Tim Cek Fakta Bincangperempuan.com, kepala daerah tidak memiliki kewenangan langsung untuk men-take down media. Kebebasan pers di Indonesia dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin bahwa media tidak dapat diberangus secara sepihak oleh pejabat publik. Jika terdapat sengketa terkait pemberitaan, mekanisme yang tersedia adalah hak jawab, hak koreksi, atau pengaduan ke Dewan Pers.

Rujukan

Pesan Khusus Gubernur Helmi Hasan untuk Nitizen Bengkulu Terkait Opsen Pajak https://www.tiktok.com/@tribunbengkulu/video/7504521552860302608

https://jdih.dewanpers.or.id/dokumen/peraturan/undang-undang-pers-nomor-40-tahun-1999-tentang-penetapan-undang-undang-pers-di-indonesia

https://www.hukumonline.com/klinik/a/tanggung-jawab-keperdataan-media-cetak-dalam-memuat-berita-yang-salah-lt509886c80973d/

https://www.dewanpers.or.id/publikasi/opini_detail/52/Mekanisme_Penyelesaian_Masalah_Pemberitaan_Pers

https://rakyatbengkulu.disway.id/read/702569/aji-bengkulu-kecam-p