Mimbartimur.com – Baru-baru ini warga Maluku Utara dihebohkan dengan hasil Survei Penilian Integritas (SPI) yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemetaan resiko dan peningkatan pencegahan korupsi di Indonesia.
Indeks SPI diklasifikasikan dalam tiga kategori yakni merah berarti rentan dengan nilai 0-72,9 persen, kuning masuk dalam status waspada dengan nilai 73-77,9 persen dan hijau berstatus terjaga dengan nilai 78-100 persen.
Berdasarkan data yang dirilis SPI KPK, Maluku Utara tercatat sebagai daerah dengan skor terendah sesuai indeks survei tahun 2024 sebesar 57,4 persen. Provinsi yang terbentuk sejak 4 Oktber 1999 itu masuk dalam kerentanan yang cukup tinggi meliputi jual beli jabatan, pengadaan barang jasa, intervensi hingga gratifikasi.
Direktur Indonesia Anti Corruption Netrwork (IACN) Iggrisa Majid mengatakan hasil survei mestinya menjadi tolak ukur untuk perbaikan tata kelola pemerintahan kedepan. Termasuk menjadi catatan bagi Gubernur baru Maluku Utara dengan menggandeng pihak Aparat Penegak Hukum (APH) dalam rangka pencegahan praktik penyalahgunaan jabatan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
“Pernyataan KPK terkait tradisi jual beli jabatan, pengadaan barang/jasa, intervensi, dan gratifikasi, mestinya tidak sebatas pada agenda pencegahan, melainkan upaya penindakan hingga ke ranah hukum harus dilakukan”, kata Igrrisa kepada mimbartimurcom, Minggu (236/01).
Menurutnya, tingkat kerentanan yang tinggi seperti yang disampaikan KPK mestinya menjadi pintu masuk untuk segera mengusut tuntas pejabat yang menyalagunakan jabatan yang mengakibatkan kerugian keuangan nagara hingga miliaran rupiah.
“Banyak kasus tindak pidana korupsi dengan kerugian negara miliaran rupiah mandek di lembaga penegak hukum lain tanpa kejelasan. Agar ada kesan KPK serius dan tidak tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Maluku Utara, maka penting bagi KPK untuk mengambil-alih”, tukasnya.
Iggrisa menuturkan kasus yang menyeret mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba belum menjadi ukuran prestasi KPK di Maluku Utara. Pasalnya, sejauh ini tidak memeriksa pelaku lain yang masuk dalam arus tindak pidana korupsi baik keluarga terpidana, pengusaha hingga kepala Organisasi Perangakat Daerah (OPD) yang terungkap dalam fakta persidangan.
“Di satu sisi, KPK juga harus lebih responsif terhadap berbagai kritik dan laporan resmi masyarakat terhadap kasus penyalahgunaan jabatan oleh beberapa kepala OPD yang telah merugikan keuangan negara dengan capaian kerugian miliaran rupiah”, ungkapnya.