Dari lorong-lorong sederhana masa kecilnya, menapaki jalan panjang pendidikan hingga kini berdiri sejajar dengan para pakar pendidikan dunia. Anak dari keluarga sederhana itu kini dikenal sebagai dosen Pendidikan Bahasa Inggris (Unkhair), , sekaligus mahasiswa Program Doktoral di , sebuah capaian yang lahir dari ketekunan, disiplin, dan keyakinan bahwa pendidikan adalah jembatan masa depan.

Perjalanan akademik Suratman bukan tanpa batasan, latar belakang keluarga yang jauh dari kemewahan justru membentuk karakter tangguh dan haus akan ilmu. Dari bangku sekolah hingga perguruan tinggi, ia menempatkan pendidikan bukan sekadar gelar, melainkan ruang pengabdian dan pembebasan baik bagi dirinya maupun generasi muda di daerah.

Pada tanggal 13-14 Desember 2025, langkah akademiknya membawa Suratman ke panggung internasional. Ia terlibat sebagai presenter dalam The 4th International Conference on Innovation in Learning Instruction and Teacher Education (ILITE 4) yang digelar di Hanoi National University of Education, Hanoi, . Forum ini mempertemukan profesor dan mahasiswa doktoral dari berbagai negara sebagai wadah diseminasi riset dan gagasan mutakhir pendidikan global.

Konferensi bergengsi tersebut mengusung tema Education 4.0 and Artificial Intelligence (): Paving the Way for Future Learning, menandai pergeseran besar dunia pendidikan di tengah laju teknologi. Di ruang diskusi itulah Suratman berdampingan dengan akademisi lintas negara, menyuarakan perspektif Indonesia dalam diskursus kecerdasan buatan dan pendidikan bahasa.

Ia mempresentasikan riset berjudul and Human Interaction in Translation Studies: Perceptions of Indonesian EFL Lecturers. Studi ini menyoroti bagaimana dosen Bahasa Inggris di Indonesia memandang dan memanfaatkan kecerdasan buatan dalam pendidikan penerjemahan, serta dampaknya terhadap pedagogi, keterlibatan mahasiswa, dan praktik kelembagaan.

Menggunakan desain fenomenologis kualitatif, Suratman mengumpulkan data melalui wawancara semi-terstruktur dengan para dosen yang aktif mengintegrasikan alat dalam pengajaran penerjemahan. Analisis tematik kemudian mengungkap lima temuan utama, mulai dari manfaat AI dalam efisiensi dan aksesibilitas pembelajaran, hingga pergeseran pendekatan pedagogis dan integrasi kurikulum berbasis teknologi.

Namun, riset tersebut juga mencatat sisi kritis, potensi ketergantungan mahasiswa, menurunnya daya pikir kritis, dilema etika penggunaan AI, serta kesenjangan akses teknologi. Para dosen, kata Suratman, mengakui AI sebagai alat transformatif, tetapi menegaskan perlunya kehati-hatian agar teknologi tidak menggantikan nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan.

-- --

Kesimpulan studi itu menekankan pentingnya keseimbangan antara kecanggihan teknologi dan pendekatan humanistik. Literasi AI yang kritis, penggunaan yang etis, serta penguatan peran dosen sebagai pendamping intelektual menjadi kunci dalam pedagogi penerjemahan di era digital.

Bagi , forum internasional ini bukan sekadar pengakuan akademik, melainkan penegasan bahwa mimpi besar dapat tumbuh dari kesederhanaan. Dari ruang kelas di hingga podium ilmiah dunia, ia membawa pesan bahwa anak daerah pun mampu berkontribusi dalam percakapan global, selama tekad dan ilmu berjalan beriringan.

***