Mimbartimur.com – Terdapat unggahan di platform X yang menampilkan sebuah surat terbuka yang mengklaim bahwa telah melakukan pembunuhan dengan membakar hidup-hidup seorang perempuan bernama Mirip di .

Surat tersebut ditulis oleh Antonia Hilaria Wandagau, yang mengaku sebagai anak dari Mama Hertina. Di bagian awal surat, tertulis:

“Pak Presiden, Ibu saya Dibakar di Halaman Rumah: Sampai Kapan Negara Menembaki Rakyatnya Sendiri?”

Mama Hertina ditemukan meninggal dunia pada 23 Mei 2025 di Kampung Dugusiga, Distrik Sugapa. Menurut keterangan saksi, perempuan lanjut usia tersebut mengalami gangguan kejiwaan dan sering terlihat berjalan sendirian di sekitar hutan.

Ia terakhir kali terlihat pada 15 Mei 2025 setelah mengungsi ke Kampung Mamba Bawah akibat ancaman dari kelompok bersenjata.

Dalam unggahan tersebut, terdapat narasi yang mempertanyakan kebenaran klaim bahwa TNI terlibat dalam pembunuhan Mama Hertina.

Hasil Cek Fakta

-- --

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh ANTARA, Mayjen TNI Kristomei Sianturi menegaskan bahwa isu mengenai pembakaran Mama Hertina oleh TNI adalah tidak benar.

“Ini adalah hoaks yang dirancang untuk menciptakan opini keliru bahwa TNI membunuh warga Papua. Faktanya, sejak 15 Mei 2025, TNI telah ditarik dari Kampung Sugapa Lama atas permintaan Bupati dan tokoh masyarakat setempat,” jelasnya pada Senin (26/5).

Mama Hertina dilaporkan hilang dari posko pengungsian pada 18 Mei 2025. Warga menduga ia berusaha kembali ke kampung asalnya di Jaindapa. Namun, dalam perjalanan, ia dicegat dan ditembak oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka () yang dipimpin oleh Daniel Aibon Kogoya. Kelompok tersebut menuduh Mama Hertina sebagai mata-mata TNI.

Identitas Antonia Hilaria Wandagau sebagai anak Mama Hertina dalam surat terbuka itu dipastikan tidak benar, karena tidak ada warga yang mengenali nama tersebut. Menurut keterangan warga dan tokoh adat setempat, Mama Hertina diketahui tidak memiliki anak.

Sementara itu, OPM terlihat memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan informasi palsu dan propaganda yang berpotensi membentuk opini publik negatif. Beberapa akun, seperti ORGANISASI PAPUA MERDEKA, , dan Papua Merdeka Channel, diketahui aktif menyebarluaskan konten yang dapat mengganggu stabilitas demokrasi serta memperburuk kondisi di Papua.