Mimbartimur.com – Di media sosial, terdapat narasi yang menyatakan bahwa peningkatan kasus Covid-19 baru-baru ini disebabkan oleh penyebaran varian virus corona Omicron XBB. Selain itu, narasi tersebut juga mengklaim bahwa varian Omicron XBB lebih berbahaya dibandingkan varian Delta dan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi.
Namun, hasil penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com menunjukkan bahwa informasi ini perlu diluruskan karena tidak akurat. Narasi tersebut telah dibagikan oleh beberapa akun Facebook pada Mei 2025.
Berikut adalah ringkasan dari narasi yang beredar:
Pesan yang diterima pagi ini dari seorang rekan yang bekerja di pusat kesehatan rumah sakit menyebutkan bahwa varian baru virus corona, COVID-Omicron XBB, yang saat ini marak, berbeda dari varian sebelumnya karena lebih mematikan dan sulit dideteksi, sehingga disarankan agar setiap orang mengenakan masker.
1. Gejala COVID-Omicron XBB yang baru adalah:
i). Tanpa batuk.
ii). Tanpa demam.
Gejala lainnya meliputi:
iii). Nyeri sendi. iv). Sakit kepala.
v). Sakit tenggorokan.
vi). Nyeri punggung bawah. vii). Pneumonia. viii). Kehilangan nafsu makan.
2. Selain itu, COVID-Omicron XBB dikatakan lima kali lebih beracun dibandingkan varian Delta dan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi.
3. Gejala dapat berkembang menjadi sangat parah dalam waktu singkat, atau dapat terjadi tanpa gejala yang jelas.
4. Oleh karena itu, Anda harus lebih berhati-hati.
Virus varian ini tidak terdeteksi di nasofaring dan langsung menyerang “jendela” paru-paru dalam waktu yang lebih singkat, sehingga mulai menunjukkan tanda-tanda pneumonia.
5. Sejumlah kecil pasien yang terinfeksi COVID-Omicron XBB mungkin tidak menunjukkan demam dan nyeri, namun pneumonia ringan dapat terdeteksi melalui rontgen.
Selain itu, COVID-Omicron XBB mungkin menunjukkan hasil negatif saat diuji dengan kapas, dan ada peningkatan kasus tes negatif palsu selama pemeriksaan nasofaring.
Oleh karena itu, virus ini dianggap sangat licik, karena dapat dengan mudah menyebar di masyarakat, langsung menginfeksi paru-paru, menyebabkan pneumonia virus, dan memicu kesulitan bernapas akut. Ini menjelaskan mengapa COVID-Omicron XBB menjadi sangat menular dan mematikan.
6. Disarankan untuk menghindari kerumunan sebisa mungkin. Bahkan di tempat terbuka, jaga jarak 1,5 m, kenakan beberapa lapis masker yang sesuai, dan cuci tangan secara teratur meskipun tidak mengalami gejala batuk atau bersin. COVID-Omicron XBB “WAVE” ini dianggap lebih mematikan dibandingkan dengan pandemi COVID-19 yang pertama.
Hasil Cek Fakta
Tim Cek Fakta Kompas.com kemudian menghubungi Dicky Budiman, seorang epidemiolog dari Griffith University, Australia, untuk mengonfirmasi kebenaran narasi tersebut. Dicky menjelaskan bahwa informasi yang beredar di media sosial itu tidak benar, karena penyebaran varian Omicron XBB sudah berlalu.
“Sudah lama itu. Subvarian tersebut mungkin sudah menyebar lebih dari dua tahun yang lalu,” ungkap Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (3/6/2025).
Dicky menambahkan bahwa infeksi dari varian virus corona yang beredar saat ini tidak separah pada masa pandemi Covid-19, berkat imunitas yang terbentuk melalui vaksinasi.
“Kenaikan kasus ini adalah hal yang wajar, karena Covid-19 sekarang telah menjadi endemi dan ada kelonggaran dalam aktivitas. Ditambah lagi, subvarian yang sangat efektif dalam menginfeksi juga berkontribusi pada peningkatan ini,” jelasnya.
Meskipun ada peningkatan kasus infeksi virus corona, Dicky menekankan bahwa angka kematian saat ini jauh lebih rendah dibandingkan pada masa pandemi.
“Sangat berbeda dengan situasi sebelumnya. Tentu ada kematian, terutama di kelompok yang paling rentan, seperti mereka yang berusia di atas 65 tahun,” tambah Dicky.
Seperti yang dilaporkan oleh Kompas.id pada 31 Mei 2025, peningkatan kasus Covid-19 saat ini telah dilaporkan di beberapa negara, seperti Thailand, Hong Kong, Malaysia, dan Singapura, dengan varian dominan yaitu subvarian Omicron, XEC, dan JN.1.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan, Aji Muhawarman, menyatakan bahwa kasus terkonfirmasi di Indonesia justru mengalami penurunan, dengan varian dominan yang beredar adalah MB.1.1.
“Situasi Covid-19 di Indonesia saat ini menunjukkan tren penurunan kasus konfirmasi mingguan, dari 28 kasus pada minggu ke-19 menjadi 3 kasus pada minggu ke-20, dengan varian dominan yang beredar adalah MB.1.1,” kata Aji.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi mengenai peningkatan kasus Covid-19 yang disebabkan oleh varian Omicron XBB perlu diluruskan. Epidemiolog Dicky Budiman menegaskan bahwa narasi tersebut tidak akurat, karena penyebaran varian Omicron XBB sudah berlalu.