Mimbartimur.com – Anatomi Pertambangan Indonesia (API) menyoroti ancaman hukum PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) terhadap tiga eks mantan karyawan usai menuntut haknya yang belum dibayarkan.
Direktur Riset Opini API, Safrudin Taher menyampaikan sikap perusahaan pertambangan emas tersebut mencermin minimnya profesionalisme dalam menangani persoalan sehingga kerap menebar ancaman terhadap warga.
Menurutnya, ketiga eks karyawan yang terdampak pemberhentian hubungan kerja (PHK) 2023 mestinya diberikan penjelasan sehingga tidak merembet pada tuntutan hak-hak yang harus dipenuhi pihak PT NHM.
“Hanya mempertanyakan upah tiga bulan yang mengalami keterlambatan, kenapa berujung mau dipolisikan mestinya membuka diri agar jelas persoalannya”, ujar Safrudin saat dikonfirmasi mimbartimurcom, Selasa (31/12/24).
Safrudin menyebut ancaman menjebloskan ketiga eks karyawan terkait dugaan tindak pidana pencemaran nama baik justru memperkeruh situasi. Pasalnya, hal tersebut dapat mempengaruhi harapan mendapatkan keadilan dan tanggungjawab masyarakat terhadap perusahaan.
“Sikap ini mengingatkan kita dalam peristiwa 2021 lalu, dua warga lingkar tambang yang di jebloskan ke penjara oleh pihak NHM lantaran melakukan pemboikotan jalan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan perusahaan”, ungkapnya.
Lebih lanjut, Safrudin mengatakan mestinya perusahaan tidak mengambil langkah hukum karena masyarakat lingkar tambang merupakan pemilih wilayah sebenarnya yang harus dipenuhi hak-haknya sebagai penghuni pertama sebelumnya hadirnya pertambangan.
“Tidak hanya itu, 10 Desember 2024 lalu pihak NHM juga mempolisikan salah satu aktivis yang dianggap menyerang nama baik perusahaan. Bahkan terlapor sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimum Polda Maluku Utara“, tambahnya.
Safrudin menegaskan rencana mempolisikan ketiga eks karyawaan saat memperjuangkan hak-haknya merupakan ancaman terhadap nilai-nilai demokrasi lokal. Begitu juga dengan sejumlah aktivis yang ditersangkakan menunjukan PT NHM sangat anti terhadap kritikan warga negara.