Mimbartimur.com – Kinerja kepolisian Halmahera Utara kembali menjadi sorotan publik usai menetapkan seorang perempuan bernama Wulandari Anastasia Said alias Wulandari sebagai tersangka. Penyidikan itu dinilai tidak sesuai asas keadilan, pasalnya, Wulandari merupakan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dari suaminya bernama Ronal Zulfikry Effendi.

Alih-alih mendapat perlindungan hukum setelah korban KDRT memberanikan diri melaporkan tindak pidana kekerasan fisik yang dialaminya ke Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Halmahera Utara sejak 2024 lalu. Namun, upaya Wulandari itu tidak sesuai harapan karena ikut ditetapkan sebagai tersangka atas laporan suaminya dengan kasus yang sama.

Diketahui, Ronal Zulfikry Effendi merupakan anggota kepolisian berpangkat Brigadir Polisi (Brigpol) yang bertugas sebagai Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkambtimas) Desa Rawa Jaya, Polres Halmahera Utara. Tindakan oknum pengayom masyarakat itu terungkap setelah istrinya membagikan perilaku kekerasan yang dialami ke media sosial miliknya.

Korban Jadi Tersangka

Wulandari Anastasia Said tak menyangka bakal ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan secara paksa oleh Satreskrim Polsek Malifut melalui Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP.Kap/71/VII/2025/Reskrim. Perintah penangkapan itu disinyalir tendensius karena pelapor merupakan anggota kepolisian aktif yang bertugas di Polres Halmahera Utara.

“Dulunya sebagai korban penganiayaan oleh suami, kini saya telah ditetapkan sebagai tersangka. Saya dilaporkan oleh suami dengan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi diwaktu yang sama saat saya mengalami kejadian kekerasan”, kata Wulandari dikutip mimbartimurcom dari akun Instagram miliknya @anasrasuaasaid, Minggu (06/07). *kutipan ditulis sesuai ejaan yang berlaku.

Wulandari mempertanyakan keabsahan proses hukum yang dialaminya, terutama hasil visum yang dinilai janggal. Pasalnya, tindakan kekerasan yang dilakukan Brigpol Ronal terhadap dirinya terjadi pada 20 September 2024 tepat kejadian yang dialaminya, namun hasil visum milik terlapor hanya berselang dua hari.

“Padahal kejadian yang dilaporkan suami saya diwaktu dan tempat yang sama. Bagaimana bisa kejadian yang sama, hasil visumnya dibuat dua hari setelah kejadian. Setelah itu, saya dipanggil untuk dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan diprint menggunakan keterangan laporan saya. Kemudian, saya ditetapkan sebagai tersangka”, imbuhnya.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Wulandari berupaya mengajukan Praperadilan melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi atas keputusan hukum penyidik Reskrim Polres Halmahera Utara tertanggal 26 – 30 Juni 2025. Namun upaya itu tak membuahi hasil, karena ditolak oleh Pengadilan Negeri Tobelo.

Lebih lanjut, Wulandari menuturkan pada tanggal 5 Juli 2025 dirinya diminta menghadap penyidik untuk pengambilan keterangan tambahan. Kedatangannya di Reskrim Polres Halmahera Utara sekitar Pukul 09.00 WIT namun disaat yang bersamaan terjadi pemadaman listrik sehingga pemeriksaan ditunda hingga listrik kembali normal.