Singkat cerita, salah satu teman bertanya kepadaku. Kiya, tipikal pacar seperti apa sih yang kamu pengen?. Pertanyaan itu sontak membuat wajahku berubah warna karena belum pernah dicercah pertanyaan soal cinta-cintaan.
Perubahan warna kulit wajahku bukan karena marah melainkan merasa gugup. Aku pun kemudian mengalihkan pembicaraan dengan menunjuk salah satu buku yang baru terlihat di rak pajangan perpustakaan ditaman kota itu.
Meski sudah berusaha mengalihkan pertanyaan itu, namun serasa tak berpengaruh. Ada saja pertanyaan itu diulang kembali, akhirnya aku mencoba memberikan pemahaman sang penanya.
‘Sejauh ini belum ada bayang-bayang pria di benakku, entah kapan bayang itu ada. Tapi, aku percaya bahwa jatuh cinta ada, namun mungkin rasa itu datang di suatu hari nanti’
‘Saat ini di benakku hanyalah mengukir mimpi-mimpi kecil yang sudah aku tata sejak dini. Dan aku kira kalian semua juga memiliki mimpi harus dilalui, ayo kita belajar untuk masa depan yang baik’.
Jawaban pendek itu tampaknya membuat para penyorot atas pertanyaan sang teman menjadi luluh. Namun hal itu tak bisa dipastikan karena usai menjawab mereka pun hanya mengangguk dan lanjut belajar. hehehe.
Pertanyaan itu ternyata tak berakhir disitu, bahkan sejak kelas 12 banyak cercahan pertanyaan yang diajukan layaknya seorang nara pidana korupsi yang sedang berhadapan dengan jaksa penyidik di ruang penyelidikan.
Bahkan aku memasuki dunia perguruan tinggi juga dicercah dengan pertanyaan yang sama. Padahal teman-teman di kampus sudah berbeda dengan teman karib ku semasa SMA.
Bersamabung………..
Note : ini hanya cerita fiktif belakang. Cerita ini tidak ditujukan kepada siapapun yang memiliki kesamaan nama, usia, maupun tempat.
***
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.